Showing posts with label Epilepsi. Show all posts
Showing posts with label Epilepsi. Show all posts

Friday, May 22, 2015

Ketahui Gejala Dan Pengobatan Epilepsi Pada Anak Agar Segera Di Sembuhkan

Gejala Epilepsi Pada Anak


Penyakit epilepsi dapat menyerang siapa saja tanpa batasan usia, epilepsi bisa menyerang siapa saja baik orang dewasa maupun anak-anak. 

Penyakit epilepsi dapat dikenali dan ditandai dengan kondisi kejang yang berulang-ulang. Ada beberapa kendala dalam mengenali gejala epilepsi pada anak, faktor utama yang paling sering dialami oleh banyak orang tua adalah, karena sang anak belum mampu mengkomunikasikannya secara gamblang mengenai apa yang mereka alami dan rasakan.

Gejala Epilepsi Pada Anak

Dalam beberapa kasus, gejala epilepsi dapat di temukan dengan kondisi lain, sehingga akan sulit mengenali dan mendiagnosa penyakit ini. Namun ada beberapa kondisi umum yang bisa kita kenali untuk mengetahui gejala-gejala epilepsi ini, gejala epilepsi pada anak dapat di tandai dari :

1. Tatapan mata yang kosong

Dalam kondisi seperti ini, anak secara tiba-tiba berhenti beraktivitas dan menatap kosong layaknya seperti orang yang sedang melamun. Jika anda kemudian mendapati kondisi ini, hendaklah lebih waspada. Dalam dunia medis gejala epilepsi ini disebut sebagai kejang petitmal atau (petit mal seizure).

Kejang petit mal menandakan lengan atau kepala pada anak mungkin akan tampak lemas dan lunglai, namun pada banyak kasus, kejang ini biasanya tidak sampai menyebabkan kehilangan kesadaran sampai terjatuh. 

Biasanya pula kejang petit mal berlangsung selama 30 detik - 1 menit, dan biasanya anak tidak sadar mengenai apa yang telah dialaminya barusan.


2.  Total convulsions atau Kejang Total

Kejang total termasuk gejala epilepsi pada anak yang perlu di waspadai. Gejala kejang total ini di picu oleh grand mal seizures atau kejang grand mal yang bisa membuat anak sampai lemas dan jatuh ke tanah disertai dengan hilangnya kesadaran/

Kejang total ini bisa berlangsung lebih lama atau sekitar 2 - 5 menit. Saat kejang total sedang berlangsung, tubuh akan kaku dan bergetar tidak terkendali. Tubuh sang anak akan kehilangan kontrol sepenuhnya terhadap kandung kemih sehingga akan keluar air seni tanpa ia sadari.

Selain itu air liur juga akan keluar, dan bola mata anak akan memutar ke belakang. Pada umumnya setelah kejang berhenti, akan juga tidak menyadari akan apa yang terjadi pada dirinya, mereka akan kebingungan selama beberapa menit.

Pada kebanyakan kasus, anak akan cenderung tertidur sampai waktu yang agak lama karena tenaganya sangat terkuras sehingga otot tubuh akan terasa sakit.

3. Kedutan (twitching)

Gejala epilepsi ini biasanya bersifat lokal. Ditandai dengan adanya kedutan yang berawal dari satu jari, kemudian telapak tangan sampai akhirnya menjalar hingga ke lengan dan separuh atau seluruh tubuh. Kedutan ini biasanya di sadari oleh anak meskipun banyak pula yang mengalaminya tanpa sadar.

4. Aura

Gejala epilepsi ini sering dianggap sebagai peringatan. Aura biasanya terjadi sebelum kejang-kejang. Aura biasanya di alami oleh anak dimana anak bisa secara tiba-tiba mengalami kesakitan tanpa ada sebab yang jelas. 

Kadang pula ada yang mendengar bisikan atau suara serta mencium bau tanpa mengenal dari mana sumbernya. Terkadang juga anak akan mengalami masalah pada pandangan, merasakan sesuatu yang aneh pada beberapa bagian tubuhnya, terutama pada area perut.

Dari beberapa gejala di atas, kecenderungan yang terjadi ketidakmampuan anak untuk mengenali tanda-tanda epilepsi yang mereka alami. Oleh karena itu orang tua memegang peranan penting untuk mengenal dan memahami gejala-gejala epilepsi tersebut.

Dengan Pengobatan Yang Benar, 70-80% Epilepsi Pada Anak Bisa Disembuhkan


Kekhawatiran orang tua terhadap penyakit epilepsi pada anak setidaknya mulai bisa teratasi, karena 70-80% epilepsi pada anak bisa disembuhkan.

Setidaknya itulah yang dingkapkan oleh Dr Hardiono D. Pusponegoro, SpA(K) dari divisi saraf anak Departemen Ilmu dan Penyakit Anak Universitas Indonesia. Dr Hardionon mengungkapkan jika jarak 2 kejang lebih dari 6 bulan, maka penderita belum perlu diberikan pengobatan. Namun apabila jarak kejangnya sangat berdekatan maka perlu diberikan penanganan berupa Monoterapi atau penggunaan obat lebih dari satu dan Politerapi.

Lebih lanjut, Dr Hardionon mengungkapkan jika pasien yang melakukan monoterapi 70% bebas dari serangan atau tidak kejang, sementara pasien yang memerlukan politerapi atau penambahan obat tambahan mencapai 30 %. Hanya saja politerapi proses perbaikannya sekitar 40% sehingga kemungkinan untuk sembuh lebih kecil.

Yang perlu digaris bawahi pengobatan epilepsi harus dilakukan secara rutin, tidak boleh setengah-setengah. Apalagi sampai pasien mengalami kebosanan meminum obat. Sebab pengobatan ini diperlukan untuk mengurangi frekuensi serangan, mencegah efek samping dan menurunkan angka kesakitan demi mendapatkan kualitas hidup yang lebih optimal.

Menyambung pendapat Dr Hardiono, dr Lyna Soertidewi, SpS(K) MEpid dari Departemen Ilmu Saraf UI menambahkan, jika pengurangan obat anti epilepsi tidak boleh dilakukan secara mendadak, melainkan secara bertahap. Karena apabila pasien epilepsi mengentikan mengkonsumsi obat secara langsung makan serangan epilepsi kan lebih hebat lagi dan akan sangat berakibat fatal.

Pengurangan obat yang benar yaitu dengan cara ketika penderita sudah tidak mengalami kejang-kejang lagi, sampai 2 atau 3 tahun baru dosisnya diturunkan setelah melalui uji EEG.

Hal ini perlu dipahami sebab banyak penderita epilepsi berat yang tidak menjalani terapi pengobatan memiliki harapan hidup yang lebih pendek dan rentan terhadap berbagai resiko seperti cacat kognitif, terutama bagi mereka yang sudah mengidap epilesi sejak usia dini (anak-anak).

Seperti yang diungkapkan oleh dr Lyna, Penyakit epilepsi bisa dipicu oleh banyak faktor, seperti perubahan konsetrasi listrik,ireguler interneuron koneksi,exitatory amino (asam glutamat) sampai inhibitory asam amino ( gamma amino butiric acid).

Faktor pemicu lainnya dan paling sering terjadi adalah kelelahan, kurang tidur, hawa yang terlalu panas atau terlalu dingin. pikiran yang berat mencakup stress dan depresi. 

Jenis epilepsi yang terjadi pada bayi bisa pula terjadi dan dipicu oleh gangguan otak akibat dari kelainan bawaan, infeksi dan trauma otak. Namun dalam berbagai kasus, sebagian diantaranya belum diketahui penyebabnya.

Untuk itu ketika pasien sudah bebas kejang 2-3 tahun dan kondisi tubuh sudah normal sepenuhnya, maka dosis pengobatan bisa diturunkan secara perlahan. Meskipun  tidak dijamin secara sepenuhnya, karena banyak pula yang epilepsinya kambuh lagi akibat adanya kecelakaan atau trauma di kepala.

Olehnya itu  dr Lyna mengatakan stigma negatif terhadap epilepsi yang berkembang di masyarakat bahwa penyakit ini susah disembuhkan sekiranya tidak mengecilkan harapan.sebab dengan pemahaman yang benar terhadap gejala dan pengobatan epilepsi yang benar, sekiranya dapat menurunkan frekuensi serangan dan menurunkan efek kesakitan bagi penderitanya.